Jakarta, 23 Desember 2022 – Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan kepastian hukum
terkait pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) dengan menerbitkan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan
Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. Peraturan ini mulai berlaku 60 hari sejak tanggal
diundangkan atau 5 Desember 2022, yakni 3 Februari 2023.

“Untuk melaksanakan Pasal 43A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(KUP) yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU
HPP) agar lebih berkepastian hukum, perlu dilakukan penggantian atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 239/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana di Bidang Perpajakan,” kata Neilmaldrin Noor, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan
Hubungan Masyarakat.

Neil menjelaskan di dalam peraturan tersebut, beberapa ketentuan bersifat menambahkan
ketentuan yang sudah ada.

Ketentuan tersebut antara lain, pertama, ketentuan pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukper
disampaikan paling lama satu bulan sebelum jangka waktu Pemeriksaan Bukper berakhir.

Ketentuan ini sebelumnya tidak ada. Kedua, dalam rangka upaya ultimum remedium untuk
memulihkan kerugian negara, meskipun telah terbit Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan, wajib
pajak tetap dapat mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya dengan syarat mulainya
penyidikan belum diberitahukan kepada penuntut umum, dan terhadap pengungkapan tersebut
diterbitkan pemberitahuan perubahan tindak lanjut Pemeriksaan Bukper. Ketiga, menambahkan
pada ketentuan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang harus melampirkan Surat
Setoran Pajak atau sarana lain, keterangan sanksi berupa denda sesuai Pasal 8 ayat (3) UU
KUP, yakni 100% dari jumlah pajak kurang dibayar atau lebih kecil dari aturan sebelumnya, yaitu
150% dari pajak kurang dibayar. Keempat, menegaskan bahwa Surat Pemberitahuan (SPT) yang
dilaporkan dan/atau dibetulkan setelah surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukper disampaikan,
SPT tersebut dianggap tidak disampaikan. Kelima, menegaskan pendelegasian wewenang dari
Direktur Jenderal Pajak kepada Unit Pelaksana Penegakan Hukum atau Pejabat Administrator
untuk beberapa hal, seperti menerbitkan surat pemberitahuan pemeriksaan, pemberitahuan
perpanjangan jangka waktu pemeriksaan, dan lain lain.

Selain menambahkan ketentuan baru, ada juga aturan yang sifatnya mengubah atau
menyesuaikan ketentuan yang ada.

Pertama, untuk efisiensi waktu, jangka waktu perpanjangan Pemeriksaan Bukper diubah menjadi
paling lama 12 bulan, sebelumnya 24 bulan. Kedua, menyesuaikan bahwa pengungkapan
ketidakbenaran perbuatan dapat dilakukan atas Pasal 38 atau 39 ayat (1) huruf c atau d UU KUP
baik yang berdiri sendiri atau berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan seperti Pasal
39 ayat (1) kecuali huruf c dan d, Pasal 39 ayat (3), Pasal 39A, dan Pasal 43 UU KUP serta pasal
24 dan Pasal 25 UU Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB). Ketiga, Pemeriksaan Bukper dapat
dilakukan berdasarkan pengembangan dan analisis melalui kegiatan lain, yaitu kegiatan
pengawasan, pemeriksaan, pengembangan Pemeriksaan Bukper, atau pengembangan
penyidikan, dengan hasil berupa laporan yang memuat usulan Pemeriksaan Bukper. Keempat,
pemberitahuan Pemeriksaan Bukper dan pemberitahuan terkait lainnya harus disampaikan
kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukper, bukan kuasa. Kelima,
untuk menyesuaikan perubahan sanksi administrasi pengungkapan ketidakbenaran menjadi
100%, pembayaran atas pengungkapan ketidakbenaran yang tidak sesuai keadaan sebenarnya
diperhitungkan sebagai pengurang nilai kerugian pada saat penyidikan sebesar 1/2 (satu per dua)
bagian dari jumlah pembayaran. Di peraturan sebelumnya 2/5 (dua per lima) bagian.

Ketentuan selengkapnya atas PMK-177/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti
Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dan peraturan lainnya dapat dilihat di laman
www.pajak.go.id.